Pages

Senin, 24 Mei 2010

Biodiversity-Hutan Mangrove

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam hayati yang tinggi dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan sumberdaya alam hayati menjadi tumpuan baru bagi pembangunan nasional selain penggunaan sumberdaya alam takterbarukan seperti minyak bumi dan gas alam.

Kemajuan pembangunan nasional terus berlanjut menuju era industrialisasi, sementara itu pemantauan mutu lingkungan memerlukan perhatian khusus sebagai dampak dari sisi lain pembangunan nasional, meskipun Indonesia telah menganut azas pemanfaatan secara lestari namun kerusakan lingkungan akibat pembangunan tidak dapat dihindarkan.

Upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam hayati tidak dapat terlepas dari UUD 1945, khususnya Pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat". Pengertian dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tidak berarti pemanfaatannya dilakukan dengan semena-mena namun juga harus memperhatikan aspek-aspek keserasian, keselarasan, keseimbangan, keadilan yang merata dan berkelanjutan, baik bagi generasi masa kini maupun yang akan datang.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk tetap menjaga keutuhan dan keberlanjutan dari sumberdaya alam hayati yang dapat terperbarukan sebagai tumpuan pembangunan saat ini, sehingga daya dukung lingkungan tetap seimbang. Ditetapkannya Undang-undang No.4 Tahun 1982 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang*undang No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam. Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragam Hayati), mencerminkan bahwa Pemerintah tidak mengabaikan keberadaan lingkungan yang tetap utuh dan seimbang sehingga tidak mengkhawatirkan bagi generasi penerusnya.
Sumberdaya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan memiliki kedudukan serta berperan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumberdaya alam hayati flora dan fauna menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi.

Upaya-upaya konservasi tidak akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan tanpa dukungan dan peran serta aktif dari segenap lapisan masyarakat. Oleh karena itu salah satu upaya yang dianggap strategis dan efektif oleh Pemerintah adalah dengan menetapkan berbagai macam kekayaan sumberdaya alam hayati tersebut ke dalam bentuk Identitas Flora dan Fauna Daerah. Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah merupakan upaya nyata yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Dengan ditetapkannya Flora dan Fauna Identitas Daerah Tingkat I ini dapat dilanjutkan pula dengan pemilihan Flora dan Fauna di Tingkat II, Kecamatan dan Desa. Diharapkan dengan demikian akan dapat mendorong upaya-upaya perlindungan, pengawetan, serta pemanfaatan secara berkelanjutan sumberdaya alam hayati flora dan fauna baik oleh aparat Pemerintah di Daerah maupun masyarakat secara keseluruhan sampai dengan ke Tingkat II bahkan Kecamatan dan Pedesaan.

Teori
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.

Manfaat Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati banyak memberikan manfaat bagi kehidupan, yaitu :
1. Sebagai sumber pangan, perumahan, dan kesehatan.
2. Sebagai sumber plasma nutfah
3. Manfaat ekologik


B. Keunikan Biodiversitas di Indonesia

1. Keanekaragaman tinggi.

Banyaknya spesies yang ada dalam sebuah ekosistem disebut keanekaragaman hayati. Indonesia terletak di daerah tropis sehingga memiliki keanekaragaman tinggi bila dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub. Keanekaragaman tinggi di Indonesia dapat dijumpai di dalam lingkungan hutan hujan tropis. Di dalam hutan hujan tropis terdapat berbagai jenis tumbuhan (flora) dan hewan (fauna) yang belum dimanfatkan atau masih liar. Di dalam tubuh hewan atau tumbuhan itu tersimpan sifat-sifat unggul, yang mungkin dapat dimanfaatkan di masa mendatang.

2. Memiliki hewan tipe oriental, Australian, dan peralihan.

Garis Wallance membelah Selat Makasar menuju ke selatan hingga Selat Lombok. Jadi garis tersebut memisahkan wilayah oriental (Sumatera, Jawa, Bali, Dan Kalimantan) dengan wilayah Australian (Sulawesi, Papua, Irian Jaya, Maluku, NUsa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur).

Keunikan hewan-hewan yang termasuk daerah oriental, antara lain :

a) Banyaknya spesies mamalia (gajah, banteng, harimau, badak), dengan ukuran tubuh yang besar.
b) Terdapat berbagai jenis primate (madril, tarsius, orang utan).
c) Terdapat berbagai jenis burung yang memiliki suara lebih merdu bila dibandingkan burung daerah Australian.
d) Terdapat berbagai hewan endemik (badak bercula satu, binturong, kukong, jalak bali, mulai mengkilat, dan ayam hutan berdada merah).

Sedangkan hewan-hewan yang termasuk daerah Autralian, antar lain :
a) Banyak hewan berkantung (kaskus, kanguru).
b) Mamalia berukuran tubuh kecil.
c) Terdapat berbagai jenis burung dengan keanekaragaman warna.

Hewan-hewan yang termasuk wilayah peralihan, antara lain maleo, berbagai jeniskupu-kupu, primate primitive (Tarsius spectra), anoa, dan babi rusa.

3. Indonesia kaya akan flora Malesiana.

Malesiana adalah suatu daerah luas yang meliputi Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua Nuguni, dan Kepulauan Solomon. Daerah Malesiana memiliki iklim tropis dan curah hujan yang relative tinggi. Maka daerah ini merupakan pemusatan pertumbuhan berbagai jenis vegetasi. Hutan di Indonesia (seperti wilayah Malesiana ) merupakan bioma hutan hujan tropis, yang di dominasi oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae dan tumbuhan yang memanjat (liana).

Selain hutan hujan tropis, Indonesia juga mempunyai hutan musim dan padang rumput. Di Indonesia juga terdapat hutan pantai dimana banyak dijumpai berbagai tumbuhan seperti pandan (Pandanus tectorius), bakung, dan bakau.

4. Indonesia kaya akan hewan dan tumbuhan endemik.


Contoh hewan endemik di Indonesia :
a) Harimau jawa
b) Harimau bali
c) Badak bercula Satu
d) Jalak bali putih
e) Binturong
f) Burung maleo
g) Komodo

Contoh tumbuhan endemik di Indonesia :
a) Raflesia patma di Nusakambangan dan Pangandaran.
b) Raflesia arnoldi endemik di Bengkulu, Sumatra Barat, dan Aceh.
c) Raflesia borneensisi di Kalimantan.


5. Terdapat berbagai hewan dan tumbuhan langka.

Contoh hewan langka di Indonesia :
a) Harimau jawa
b) Macan Kumbang
c) Tapir
d) Komodo
e) Dan masih banyak lagi.

Contoh tumbuhan langka di Indonesia :
a) Bedali
b) Gandaria
c) Bungur
d) Nangka celeng
e) Dan masih banyak lagi.

C. Kegiatan Manusia yang Mempengaruhi Keanekaragaman Hayati

1. Kegiatan Manusia yang Dapat Menurunkan Keanekaragaman Hayati

a) Penebangan Hutan, mengakibatkan menurunnya keanekaragaman ekosistem, jenis, dan gen.
b) Polusi, dapat membunuh mikroba, jamur, hewan dan tumbuhan.
c) Penggunaan spesies yang berlebihan untuk kepentingan manusia.
d) Intoduksi spesies eksitik, mengakibatkan spesies tertentu menjadi tersisihkan, sehingga spesies tertentu tersebut jarang digunakan dan pada akhirnya akan terlupakan.
e) Pestisida yang sebenarnya hanya untuk membunuh organisme pengganggu atau penyakit tanaman, pada kenyataanya menyebar ke lingkungan dan menjadi zat pencemar.

2. Kegiatan Manusia yang Dapat Meningkatkan Keanekaragaman Hayati

a) Pemuliaan, yaitu usaha membuat varietas unggul dengan cara melakukan perkawinan silang menghasilkan varietas baru.
b) Reboisasi (penghijauan).
c) Pembuatan taman kota.
d) Usaha manusia untuk mempertahankan keberadaan plasma nutfah yang dikenal sebagai usaha pelestarian atau konservasi. Dilakukan melalui dua cara, yaitu secara In situ :dilaksanakan di habitat aslinya) dan secara Ex situ (dilaksanakan dengan memindahkan individu yang dilestarikan dari tempat tumbuh asli

Maka dari semua teori diatas saya akan mencoba mengabil data dari BIODIVERSITAS-VOL 7 no.1
yang berjudul
Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di Hutan
Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai-Bali
 
Hutan mangrove dunia sebagian besar tersebar di daerah tropis, termasuk di Indonesia. Dari keseluruhan mangrove dunia, Indonesia memiliki area mangrove terluas (4,255 juta ha), disusul Brazil (1,340 juta ha), Australia (1,150 juta ha), dan Nigeria (1,0515 juta ha). Luas mangrove di Indonesia sekitar 23% dari total mangrove dunia (Spalding dkk., 1997). Saat ini mangrove telah mengalami degradasi karena berbagai sebab dan permasalahan yang dihadapinya. Degradasi hutan mangrove Indonesia terjadi akibat pemanfaatan yang kurang tepat atau mengalami perubahan fungsi, salah satunya menjadi areal pertambakan udang. Di samping itu, kegiatan pemanfaatan kayu hutan bakau untuk bahan baku arang dan kayu bakar menjadi pendorong menurunnya kualitas hutan mangrove. Hutan mangrove yang terdegradasi akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove sehingga fungsi alaminya terganggu. Keadaan tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang memiliki berbagai fungsi dan manfaat, meliputi fungsi fisik, biologi, dan ekonomi atau produksi.
Upaya rehabilitasi hutan mangrove perlu memperhati- kan faktor biotik dan abiotik. Keduanya mempengaruhi keberhasilan rehabilitasi mangrove. Menurut Marsono dkk. (1994) keberhasilan rehabilitasi mangrove dapat meningkatkan keanekaragaman dan populasi biota laut. Salah satu biota tersebut adalah golongan invertebrata yang merupakan komponen penting ekosistem mangrove dan menyediakan berbagai sumber makanan bagi manusia dan hewan lain yang lebih tinggi tingkatan trofiknya (Chaudhuri dan Choudhury, 1994). Invertebrata yang berupa organisme benthos (organisme yang hidup atau tinggal di dalam sedimen) memproduksi berjuta larva dalam bentuk meriplankton yang mendukung populasi ikan dan menjaga keseimbangan ekosistem dengan membuat lubang, sehingga air dan udara dapat masuk ke dalam tanah. Oleh karena itu, ulasan mengenai populasi makrozoobenthos (> 1 mm), sebagai bagian dari ekosistem mangrove, di kawasan rehabilitasi perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kemelimpahan makrozoobenthos serta pengaruh beberapa aspek lingkungan di hutan mang- rove hasil rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali.
BAHAN DAN METODE
·         Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, Propinsi Bali pada bulan Juni 2003. Secara geografis, kawasan ini terletak pada 115o09’-115o23’ BT dan 08o42’-8o49’ LS.
·         Cara kerja
Penentuan petak contoh dilakukan dengan menentukan blok contoh terlebih dahulu. Tiga blok dipilih secara sengaja (purposive) dari keseluruhan lima blok penanaman yang ada atas dasar aksesbilitasnya. Pada setiap blok terpilih,petak contoh ditentukan dengan mempertimbangkan jarak tanam dan jenis tegakannya. Petak-petak contoh tersebut merupakan petak yang ditanami Rhizophora apiculata atau
Rhizophora mucronata yang masing-masing berjarak tanam 1x1 m2, 2x1 m2, dan 2x2 m2, dengan anggapan terdapat perbedaan kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoo- benthos pada setiap jarak tanam dan jenis tegakan.
·         Pengambilan data tegakan
Data tegakan diambil pada setiap petak contoh terpilih dengan menggunakan plot bujur sangkar dengan sisi 5 m yang diletakkan secara acak dalam petak. Jumlah plot setiap petak sebanyak tiga buah dan dianggap sebagai ulangan. Pada setiap plot, diukur tinggi dan diameter tegakan. Rata-rata tinggi dan diameter tegakan pada setiap petak didapat dengan merata-ratakan tinggi dan diameter tegakan pada setiap plot. Sementara itu, besaran data tegakan pada setiap petak didapat dengan merata-ratakan data dari plot-plot pengamatan.
·         Pengambilan contoh substrat
Pengukuran parameter fisika dan kimia substrat dilakukan pada setiap petak sebanyak satu kali. Parameter fisika yang diukur meliputi tekstur dan tipe substrat, sedangkan parameter kimia yang diukur adalah kandungan karbon organik. Pengambilan contoh substrat dilakukan dengan membenamkan pipa paralon sedalam 20 cm dan memindahkan substrat ke dalam kantung plastik. Pada setiap lokasi diambil 200 g contoh substrat. Contoh substrat dianalisis di Laboratorium Tanah IPB Bogor. Hasil analisis berupa kandungan karbon organik dan komposisi tekstur dengan satuan persen. Perhitungan kandungan karbon organik menggunakan metode Walkey & Black, kemudian dikategorikan berdasarkan persentasenya, yaitu sangat rendah jika kandungan karbon < 1,00; rendah 2,01-3,00; sedang 1-2,00; dan tinggi > 5,00. Penetapan komposisi tekstur dilakukan dengan cara pipet. Komposisi tekstur dapat dipergunakan untuk menetapkan kelas tekstur tanah. Penetapan tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan segitiga tekstur terhadap komposisi substrat yang diperoleh.
·         Pengambilan data lahan petak pengamatan dan contoh makrozoobenthos
Data mengenai lahan dari petak-petak pengamatan meliputi ketinggian lahan, salinitas di musim kering, drainase, dan waktu penanaman tegakan yang didapatkan dari The Forest Inventory Data Card in Bali (Ministry of Forestry and Japan International Cooperation Agency, 1999a,b). Data makrozoobenthos diambil pada setiap petak contoh terpilih sebanyak satu kali pada saat surut. Lokasi pengambilan data adalah di bawah tegakan yang berada dalam plot pengukuran tegakan. Pengambilan contoh makrozoobenthos yang ada di substrat dilakukan dengan membenamkan kotak berukuran 20x20 cm2 sedalam 20 cm. Seluruh substrat yang berada di kotak tersebut diangkat dengan sekop, selanjutnya disimpan dalam kantung plastik.
Pemisahan antara makrozoobenthos dengan substrat dilakukan di laboratorium lapangan dengan bantuan air serta saringan berukuran 1 mm. Makrozoobenthos yang telah terpisah dari substratnya dimasukkan ke dalam larutan formalin 4% agar tidak membusuk dan rusak sebelum diidentifikasi. Contoh organisme makrozoobenthos diidentifikasi di Laboratorium Limnologi IPB Bogor. Data tersebut dianalisis untuk mendapat besaran kemelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan indeks penyebarannya.

Analisis data
Analisis data gabungan dilakukan dengan SPSS 11.0 for Windows (Santoso, 2003a,b), mencakup analisis kelompok dan uji non parametrik (Mann-Whitney, Kruskal- Wallis, dan Spearman). Analisis kelompok (kluster) bertujuan untuk mengelompokkan petak-petak ke dalam suatu kelompok yang relatif homogen berdasarkan komponen yang diamati. Kelompok-kelompok yang didapat masing-masing memiliki sifat yang berbeda, sedangkan dalam satu kelompok, petak-petak memiliki sifat yang hampir serupa. Metode yang dilakukan adalahhier archical method yang memulai pengelompokkan dengan dua atau lebih obyek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian diteruskan ke obyek lain yang mempunyai kedekatan kedua dan seterusnya sehingga terbentuk semacam pohon dengan hirarki yang jelas antar obyek. Masing-masing kelompok menggambarkan karakteristik tertentu. Perhitungan rata-rata indeks keanekaragaman dan kemelimpahan dilakukan pada masing-masing kelompok, sehingga keanekaragaman dan kemelimpahan  makrozoobenthos dari kelompok-kelompok yang ada dapat dibandingkan.

Perbedaan kemelimpahan dan keanekaragaman pada masing-masing petak bertegakan R. apiculata danR.
mucronata diuji Mann-Whitney untuk mengetahui apakah dua buah sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama. Berbeda tidaknya kemelimpahan, keanekaragaman dan kandungan karbon organik pada masing-masing jarak tanam dan pada kategori kandungan karbon organik diuji Kruskal-Wallis untuk mengetahui apakah sampel-sampel tersebut berasal dari populasi yang sama. Korelasi antara kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobenthos diuji Spearman dengan variabel kandungan pasir, debu, liat, karbon organik, dan jarak tanam. 

HASIL DAN PEMBAHASAN 
  • Kondisi tegakan
Tegakan R. apiculata mempunyai diameter rata-rata 2,12-5,12 cm dan tinggi 1,64-5,96 m. Sedangkan tegakan R. mucronata mempunyai diameter rata-rata 3,27-6,64 cm dan tinggi tegakan 3,26-6,55 m. Perbedaan diameter dan tinggi ini disebabkan perbedaan karakteristik lahan penanaman pada masing-masing blok. Berdasarkan kondisi pertumbuhan tegakan, petak-petak pada Blok V merupakan petak pertumbuhan yang kurang baik, walaupun tahun tanamnya tidak berbeda jauh dengan petak-petak lain. Tingkat keberhasilan hidup R. apiculata sangat rendah apabila jenis ini ditanam pada ketinggian lahan 110 cm atau lebih, sedangkan pada R. mucronata tidak ditemukan perbedaan tingkat keberhasilan hidup pada beberapa ketinggian lahan, tetapi cenderung menurun pada ketinggian lebih dari 200 cm (Taniguchi, 1997). Blok V cenderung memiliki karakteristik lahan (termasuk ketinggian, salinitas, dan kedalaman lumpur) yang kurang mendukung pertumbuhan mangrove, hal ini diduga mempengaruhi laju pertumbuhan tanaman di blok tersebut. Untuk mengetahui korelasi antara diameter dan tinggi, dilakukan uji korelasi Spearman. Hasil uji ini mengindikasikan bahwa diameter dan tinggi rata-rata tegakan pada kedua jenis tegakan memiliki korelasi yang nyata dan bersifat positif (rs=0,719; probabilitas=0,001). Semakin besar diameter batang, maka semakin tinggi tegakannya, begitu pula sebaliknya.
  • Kondisi substrat dasar
Tipe substrat ditentukan dengan melihat perbandingan kandungan pasir, debu, dan liat. Di seluruh petak pengamatan, kandungan pasir dalam substrat lebih dominan dibandingkan kandungan debu .Berdasarkan perbandingan tersebut, didapatkan hasil bahwa substrat mangrove di petak-petak pengamatan pada umumnya adalah lempung berpasir dan pasir.
Bahan organik tanah merupakan material penyusun tanah yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang, baik yang berupa jaringan asli maupun yang telah mengalami pelapukan. Sumber utama bahan organik tanah berasal dari daun, ranting, cabang, batang, dan akar tumbuhan. Kandungan karbon organik di lokasi penelitian termasuk sangat rendah sampai sedang dengan kandungan berkisar 0,34-2,34%. Pada petak yang memiliki kandungan karbon organik lebih rendah, terlihat bahwa kandungan pasirnya jauh lebih tinggi dibandingkan petak yang memiliki kandungan karbon organik yang lebih tinggi. Ditinjau dari jenis tegakan dan jarak tanam, kandungan karbon organik lebih besar pada jarak tanam yang lebih rapat pada tegakanR. Apiculata. Hal ini diduga karena semakin rapat jarak tanam, maka semakin banyak dihasilkan sumber bahan organik
berupa serasah maupun sisa tumbuhan yang masuk ke dalam substrat. Sebaliknya pada petak bertegakanR. mucronata, kandungan karbon organik justru lebih tinggi di petak-petak berjarak tanam 2x2 m2 dibandingkan dengan petak 2x1 m2.Hal ini karena pada jarang yang lebih renggang pertumbuhannya lebih baik. Namun, berdasarkan uji Kruskal-Wallis, karbon organik pada berbagai jarak tanam tidak berbeda nyata, walaupun terdapat kecenderungan lebih tinggi pada petak-petak berjarak tanam 1x1 m2. 

Jenis makrozoobenthos
Dari hasil pengamatan dijumpai 20 jenis makrozoo- benthos, yang berasal dari empat kelas yaitu Polychaeta, Crustaceae, Gastropoda, dan Pelecypoda. Pada petakR. apiculata terdapat 12 jenis makrozoobenthos, yaitu Lumbrinerissp., Notomastussp., Heteromastussp., Nereis sp.,Mald ane sp.,Call ia nass a sp.,Eu plax sp.,Uca sp., Cleistostomasp., Littorinasp., Cerithium sp., dan Tellina sp. Sedangkan pada petak R. mucronata terdapat 14 jenis makrozoobenthos, yaituLumbr iner is sp., Maldane sp., Scoloploss p., Erichthoniuss p., Alpheussp., Metaplaxsp., Ucasp., Ocypodesp., Sesarmas p., Littorinasp., Cerithium sp., Telescopium sp., Lyonsia sp., danTellina sp. Crustaceae ditemukan hampir di seluruh petak, sedangkan yang jarang ditemukan di petak keseluruhan adalah Pelecypoda (Tabel 3.). Penyebaran tersebut sejalan pula dengan komposisi masing-masing kelas pada setiap jenis tegakan. Komposisi jenis Gastropoda dan Crustaceae lebih besar dibandingkan Pelecypoda dan Polychaeta (Gambar 2).
Crustaceae merupakan fauna mangrove dengan penyebaran yang luas (Pearson, 1985). Crustaceae dan Molusca mendominasi komunitas fauna benthik pada kebanyakan ekosistem mangrove (Kennish, 1990). Penyebaran yang luas ini menyebabkan komposisi kelas Gastopoda dan Crustaceae lebih besar dibandingkan kelas- kelas lain. Crustaceae yang ada di keseluruhan petak, didominasi oleh jenisUca sp. dari famili Ocypodiae yang berdiam di habitat yang cenderung berlumpur atau berlumpur berpasir. Molusca yang ditemui di lokasi pengamatan terdiri dari jenis Molusca sejati hutan mangrove (Telescopium sp.) dan jenis fakultatif (Littorina sp. danCerithium sp.). Jenis Molusca asli mangrove umumnya merupakan pemakan serasah dengan berbagai tingkat kesegaran, hanya beberapa jenis yang memakan alga dan predator. Sedangkan jenis fakultatif, umumnya memakan alga atau mikroflora dan fitoplankton. Pelecypoda bersifat menetap pada suatu tempat dan tidak dapat bergerak aktif, sehingga kelas ini mempunyai toleransi yang lebih terbatas dibandingkan Gastropoda. Pelecypoda dapat dijumpai di laut maupun di air tawar, termasuk filter feeder, pemakan plankton, dan butiran-butiran kecil lainnya (Awaluddin, 1999). Sedangkan Gastropoda memakan deposit materi di permukaan lumpur dan akar mangrove. Distribusi dan niche Polychaeta bergantung pada tipe sedimen (Kennish, 1990). Tempat ideal bagi pemakan deposit adalah substrat berlumpur.
 

  Karakteristik komunitas makrozoobenthos  
Makrozoobenthos yang ditemukan pada masing-masing petak pengambilan contoh berkisar 1-7 jenis. Jumlah jenis pada keseluruhan petak tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata, kecuali pada Blok V (Tabel 4.). Kemelimpahan makrozoobenthos berkisar 25-700 individu/m2. Berdasarkan uji Mann-Whitney kemelimpahan makrozoobenthos pada kedua jenis tegakan tidak berbeda nyata. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, masing-masing kategori jarak tanam (1x1 m2, 2x1 m2, dan 2x2 m2) dan kategori kandungan bahan organik (sangat rendah, rendah, dan sedang) memiliki kemelimpahan makrozoobenthos yang tidak berbeda nyata pada pada masing-masing kategori. Jumlah jenis dan kemelimpahan di keseluruhan petak jauh lebih kecil dibandingkan di wilayah Suwung Kangin, Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Restu (2002) mengamati bahwa di wilayah tersebut terdapat 74 jenis makrozoobenthos dengan kemelimpahan 1077 individu/m2. 
Kemelimpahan makrozoobenthos berbanding terbalik dengan kandungan tekstur substrat (khususnya liat) serta berbanding lurus dengan karbon organik dan kerapatan tegakan. Berdasarkan nilai korelasinya, didapatkan bahwa kemelimpahan berkorelasi paling besar dengan kandungan liat dan kerapatan tegakan. Semakin rendah kandungan liat, maka kemelimpahan makrozoobenthos akan cenderung meningkat. Begitu pula, semakin tinggi kerapatan tegakan, maka semakin besar kemelimpahan makrozoobenthos. Keanekaragaman makrozoobenthos berbanding terbalik dengan kandungan tekstur (khususnya pasir) serta berbanding lurus dengan kandungan debu, karbon organik, dan kerapatan tegakan. Kandungan pasir dan karbon organik memiliki korelasi terbesar. Kandungan pasir yang lebih sedikit cenderung memiliki keanekaragaman makrozoobenthos yang lebih besar. Sebaliknya kandungan karbon organik yang lebih besar memiliki keanekaragaman yang lebih besar pula. Dari uji ini didapatkan hasil bahwa kemelimpahan makrozoobenthos lebih dipengaruhi oleh keadaan substrat sekitarnya, sebagai akibat jarak tanam tegakan dan kandungan karbon organiknya. Sebaliknya keanekaragaman diduga lebih dipengaruhi oleh toleransi masing-masing jenis makrozoobenthos terhadap keadaan lingkungan dan hubunganya dengan sesama jenis maupun dengan jenis lain.

Kesimpulan
Di hutan mangrove hasil rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali dijumpai 20 jenis makrozoobenthos dari empat kelas, yaitu: Polychaeta, Crustaceae, Gastropoda, dan Pelecypoda, dengan pola penyebaran mengelompok. Keanekaragaman makrozoobenthos di lokasi pengamatan termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Kemelimpahan makrozoobenthos berkorelasi negatif dengan kandungan tekstur liat, makin tingginya kandungan liat makin rendah kemelimpahan makrozoobenthos. Keanekaragaman dan kemelimpahan makrozoobenthos pada semua jarak tanam kedua jenisR hi zophor a tidak berbeda nyata. Sumber :

*maaaff banyak analisis yang tidak dicantumkan karena keabsahan data dan keaslian sumber