Dewasa ini perkembangan teknologi sudah semakin pesat dan maju langsung saja saya ambil contoh dalam kasus Sistem Informasi walaupun sudah lebih 20 tahun Sistem Informasi dikenal di Indonesia, implementasi di kantor pemerintah (baik pusat maupun daerah) relatif masih rendah dibandingkan dengan sektor swasta. Hal tersebut disebabkan selain karena adanya hambatan di dalam birokrasi, yaitu mulai dari UU, kebijakan pusat dan daerah, sampai pada organisasi dan tata kerja yang tidak mudah untuk diubah atau disempurnakan, juga karena keterbatasan yang dimiliki pada kantor pemerintah mendorong implementasi sistem informasi sesuai dengan batasan yang ada.
Berbeda dengan kondisi di kantor pemerintah, implementasi sistem informasi di sektor swasta tidak memiliki hambatan yang berarti, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian di dalam pemanfaatan sistem informasi. Bagi sektor swasta, sistem informasi serta business process reengineering dimanfaatkan untuk mencari solusi yang optimal di dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas kerja.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan selama ini, masih rendahnya implementasi sistem informasi pada kantor pemerintah disebabkan antara lain karena:
• belum adanya satuan kerja di suatu kantor pemerintah yang secara struktural bertanggungjawab di dalam pembangunan dan pengembangan sistem informasi ;
• keterbatasan di dalam penguasaan sistem informasi diatasi dengan suatu solusi yang ‘IT oriented’ sehingga berakibat berkembangnya pulau-pulau sistem informasi;
• rancangan sistem informasi berkembang secara parsial sesuai dengan kebutuhan masing-masing entitas kantor pemerintahan (satuan kerja), sehingga sulit untuk di-integrasikan;
• sistem informasi dilaksanakan secara mandiri di masing-masing satuan kerja tanpa adanya koordinasi sistem informasi antar satuan kerja, termasuk membangun informasi yang bukan menjadi tanggung jawab satuan kerja pembangun sistem;
• data dan informasi yang dibuat dan berada di luar kewenangan/tupoksi suatu satuan kerja/lembaga tidak dapat dijamin keakuratan dan tanggungjawab kelayakannya, sehingga akan menjadi suatu area yang berisiko tertinggi;
• belum terbangunnya budaya bekerja dengan suatu pola yang saling terintegrsi di lingkungan kantor pemerintah;
• keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia untuk pengelolaan sistem informasi.
• belum adanya satuan kerja di suatu kantor pemerintah yang secara struktural bertanggungjawab di dalam pembangunan dan pengembangan sistem informasi ;
• keterbatasan di dalam penguasaan sistem informasi diatasi dengan suatu solusi yang ‘IT oriented’ sehingga berakibat berkembangnya pulau-pulau sistem informasi;
• rancangan sistem informasi berkembang secara parsial sesuai dengan kebutuhan masing-masing entitas kantor pemerintahan (satuan kerja), sehingga sulit untuk di-integrasikan;
• sistem informasi dilaksanakan secara mandiri di masing-masing satuan kerja tanpa adanya koordinasi sistem informasi antar satuan kerja, termasuk membangun informasi yang bukan menjadi tanggung jawab satuan kerja pembangun sistem;
• data dan informasi yang dibuat dan berada di luar kewenangan/tupoksi suatu satuan kerja/lembaga tidak dapat dijamin keakuratan dan tanggungjawab kelayakannya, sehingga akan menjadi suatu area yang berisiko tertinggi;
• belum terbangunnya budaya bekerja dengan suatu pola yang saling terintegrsi di lingkungan kantor pemerintah;
• keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia untuk pengelolaan sistem informasi.
Pelaksanaan sistem informasi pada kantor pemerintah dapat diselenggarakan jika:
• ada suatu proses kerterbukaan serta manajemen data dan informasi yang tertib serta terencana;
• birokrasi tidak lagi menjadi suatu hambatan;
• pembangunan sistem informasi dikembalikan pada tupoksi masing-masing organisasi satuan pemerintahan;
• perlu dibuat suatu strategi dan kebijakan pendukung agar sistem informasi dapat diselaraskan dengan birokrasi yang ada di sektor swasta;
• perlu peningkatan sumberdaya manusia;
• perlu adanya change management di lingkungan kantor pemerintahan.
• ada suatu proses kerterbukaan serta manajemen data dan informasi yang tertib serta terencana;
• birokrasi tidak lagi menjadi suatu hambatan;
• pembangunan sistem informasi dikembalikan pada tupoksi masing-masing organisasi satuan pemerintahan;
• perlu dibuat suatu strategi dan kebijakan pendukung agar sistem informasi dapat diselaraskan dengan birokrasi yang ada di sektor swasta;
• perlu peningkatan sumberdaya manusia;
• perlu adanya change management di lingkungan kantor pemerintahan.
Change Management E-Government
Salah satu permasalahan yang dihadapi didalam pembangunan dan pengembangan e-government adalah sumberdaya manusia. Jika berbicara e-government, ada dua aktifitas utama yang dilakukan yaitu membangun back office dalam hal ini membangun sistem informasi dan membangun front office dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Jika dilihat kondisi yang ada saat ini di sejumlah kantor pemerintah, baik pusat maupun daerah, sumberdaya manusia yang berlatar belakang bidang teknologi informasi dan komunikasi relatif masih kurang memadai, sehingga diperlukan suatu upaya perubahan manajemen yang lebih dikenal sebagai change management.
Latar belakang perlunya perubahan manajemen adalah:
• Globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana negara-negara di dunia secara langsung maupun tidak langsung mengharapkan terjadinya sebuah interaksi antar masyarakat yang jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan saat-saat sebelumnya (Douglas, 2001)
• Tiga jenis perubahan:
- Continuous Improvement – perubahan yang dilakukan secara perlahan-lahan dan kontinyu, dimana hasilnya berupa perbaikan kinerja secara inkremental;
- Leapfrogging – perubahan yang dilakukan secara bertahap dengan mengikuti periode tertentu, dimana menghasilkan perbaikan kinerja yang cukup signifikan pada sektor tertentu;
- Reengineering – perubahan yang dilakukan sesekali namun sanggup menghasilkan sebuah perbaikan kinerja yang sangat signifikan.
• Globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana negara-negara di dunia secara langsung maupun tidak langsung mengharapkan terjadinya sebuah interaksi antar masyarakat yang jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan saat-saat sebelumnya (Douglas, 2001)
• Tiga jenis perubahan:
- Continuous Improvement – perubahan yang dilakukan secara perlahan-lahan dan kontinyu, dimana hasilnya berupa perbaikan kinerja secara inkremental;
- Leapfrogging – perubahan yang dilakukan secara bertahap dengan mengikuti periode tertentu, dimana menghasilkan perbaikan kinerja yang cukup signifikan pada sektor tertentu;
- Reengineering – perubahan yang dilakukan sesekali namun sanggup menghasilkan sebuah perbaikan kinerja yang sangat signifikan.
Di dalam kaitan dengan perubahan yang perlu dilakukan, ada beberapa hal yang harus dibenahi untuk mengubah kondisi yang ada saat ini menjadi kondisi yang diinginkan, yaitu:
• peraturan atau kebijakan;
• sumberdaya manusia dan budaya kerja;
• proses dan kinerja suatu kantor;
• produk;
• struktur organisasi;
• teknologi.
Untuk hal diatas perlu dilakukan pembangunan institusi melalui komunikasi, pendidikan dan pelatihan, partisipasi, serta komitmen.
• peraturan atau kebijakan;
• sumberdaya manusia dan budaya kerja;
• proses dan kinerja suatu kantor;
• produk;
• struktur organisasi;
• teknologi.
Untuk hal diatas perlu dilakukan pembangunan institusi melalui komunikasi, pendidikan dan pelatihan, partisipasi, serta komitmen.
Beberapa langkah upaya change management e-government, yaitu:
mencoba memahami mengapa resistensi tersebut muncul. Analisa ini teramat sangat penting untuk mencari penyebab dan akar permasalahannya;
mengajak para stakeholder proyek e-government – terutama para calon pengguna langsung atau user – untuk bersama-sama duduk dalam merencanakan proyek terkait. Hal ini baik untuk dilakukan mengingat bahwa merekalah yang kelak akan merasakan manfaat dari penerapan e-government tersebut;
dengan secara konsisten, kontinyu, dan intens melakukan penjelasan kepada masyarakat mengenai apa sebenarnya e-government, karena merupakan kenyataan bahwa konsep ini sangat asing di kalangan awam yang notabene merupakan mayoritas dari stakeholder proyek e-government;
dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi mereka yang ingin atau berkepentingan untuk tahu lebih jauh mengenai konsep maupun aplikasi e-government;
melibatkan pihak luar seperti konsultan ahli atau para pakar di bidang e-government yang telah memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi di bidang perencanaan dan pengembangan e-government – untuk menjadi nara sumber dalam usaha mengevaluasi dan memperbaiki kinerja proyek yang berlangsung.
(dikutip dari Depkominfo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar